Selamat Datang di Taman Biografi Ulama dan Habaib. Barakallahu Lana wa Lakum

Selamat Datang di Taman Biografi Ulama dan Habaib. Barakallahu Lana wa Lakum

Kamis, 25 Oktober 2012

KH. Muntaha Al-Hafidz (Mbah Munt)



KH. Muntaha Al-Hafidz (Mbah Munt)


KH. Muntaha al-Hafidz lahir di desa Kalibeber kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo dan wafat di RSU Tlogorejo Semarang, Rabu 29 Desember 2004 dalam usia 94 tahun. Ada beberapa keterangan berbeda tentang kapan tepatnya Mbah Muntaha Lahir.
Pertama, ada yang mengatakan KH. Muntaha lahir pada tahun 1908. Kedua, ada pula yang menyatakan bahwa KH. Muntaha lahir pada tahun 1912. Hal ini didasarkan pada dokumentasi pada KTP/Paspor dan surat-surat keterangan lainnya, Mbah Muntaha lahir pada tanggal 9 Juli 1912.
Ayahanda KH. Muntaha adalah putra ketiga dari pasangan KH. Asy'ari dan Ibu Nyai Hj. Safinah. Sebelum KH. Muntaha, telah lahir dua kakaknya, yakni KH. Mustaqim dan KH. Murtadho.
Sejak kecil KH. Muntaha mendapat pendidikan langsung dari kedua orang tuanya, KH. Asy'ari dan Ibu Nyai Hj. Safinah. Selain dari kedua orang tuanya tersebut, KH. Muntaha juga menimba banyak ilmu dari sejumlah Ulama Kyai dari berbagai Pesantren ke Pesantren lainnya di tanah air.
Lahir dalam keluarga Pesantren, KH. Muntaha banyak memperoleh didikan berharga dari Ayah dan Ibundanya seperti membaca al-Quran dan ilmu-ilmu ke-Islaman. Kedua orang tuanya memang dikenal sangat telaten dan sabar dalam mendidikan putra-putrinya.
Alkisah saat usia beliau masih belia, beliau berangkat menuntut ilmu ke Pesantren Kaliwungu, Pesantren Krapyak dan Pesantren Termas, ia tempuh perjalanan dengan cara berjalan kaki. Melakukan riyadhah demi mencari ilmu semacam itu dilakukannya dengan niatan ikhlas demi memperoleh keberkahan ilmu.
Di setiap melakukan perjalanan menuju Pesantren, KH. Mutaha selalu memanfaatkan waktu sambil mengkhatamkan bacaan al-Quran saat beristirahat untuk melepas lelah. Kisah ini menunjukkan betapa kemauan keras dan motivasi spiritual yang tinggi yang dimiliki beliau dalam mencari ilmu.
Setelah berkelana dari Pesantren yang satu ke Pesantren yang lainnya, kembalilah beliau ke Kalibeber pada tahun 1950. Ia kemudian meneruskan kepemimpinan ayahnya dalam mengembangkan al-Asy'ariyyah di desa kelahirannya, Kalibeber, Wonosobo. Di bawah kepemimpinan Mbah Muntaha inilah, al-Asy'ariyyah berkembang pesat. Berbagai kemajuan signifikan terjadi masa ini.
Dalam kehidupan keluarga dan masyarakat, KH. Muntaha adalah pribadi yang bersahaja. Mbah Muntaha sangat sayang kepada keluarga, santri dan juga para tetangga, serta masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya.




Pecinta al-Quran Sepanjang Hayat

Kecintaan KH. Muntaha terhadap al-Quran sebenarnya berawal dari kecintaan ayahandanya, KH. Asy'ari terhadap al-Quran. Dalam usia relatif muda yakni 16 tahun, KH. Muntaha telah menjadi seorang hafidz (orang yang hafal) al-Quran. Sebenarnya gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hamil tapi entah sejak kapan di Indnesia gelar bagi penghafal al-Quran adalah al-Hafidz, wallahu a’lam.
Hampir seluruh hidup Mbah Muntaha didedikasikan untuk mengamalkan dan mengajarkan nilai-nilai al-Quran kepada para santrinya dan juga pada masyarakat umumnya. 


Dalam kesehariannya, Mbah Muntaha selalu mengajar para santri yang menghafalkan al-Quran. Para santri selalu tertib dan teratur satu per satu memberikan setoran hafalan kepada KH. Muntaha.
Sepanjang hidup Mbah Muntaha, al-Quran senantiasa menjadi pegangan utama dalam mengambil  berbagai keputusan, sekaligus menjadi media bermunajat kepada Allah Swt. Mbah Muntaha tidak pernah mengisi waktu luang kecuali dengan al-Quran.
Sering Kiai Muntaha mebaca wirid atau membaca ulang hafalan al-Quran di pagi hari seraya berjemur. Menurutnya, wirid dan dzikir yang paling utama adalah membaca al-Quran. Itulah sebabnya, KH. Muntaha selalu menasehati para santrinya untuk mengkhatamkan al-Quran paling tidak seminggu sekali.
Kecintaan KH. Muntaha terhadap al-Quran juga diwujudkan melalui pengkajian tafsir al-Quran, dengan menulis tafsir maudhu'i atau tafsir tematik yang dikerjakan oleh sebuah tim yang diberi nama Tim Sembilan yang terdiri dari sembilan orang ustadz di Pondok Pesantren al-Asy'ariyyah dan para dosen di Institut Ilmu al-Quran (sekarang UNSIQ) Wonosobo. Gagasan KH. Muntaha tentang penulisan tafsir ini mengandung maksud untuk menyebarkan nilai-nilai al-Quran kepada masyarakat luas.
Dan puncak realisasi kecintaan KH. Muntaha terhadap al-Quran ditunjukkan dengan perealisasian idenya tentang penulisan Mushhaf al-Quran dalam ukuran raksasa yang sering disebut dengan al-Quran Akbar 30 juz.  
Al-Quran akbar itu ditulis oleh dua santri beliau yang juga mahasiswa IIQ yaitu H. Hayatuddin dari Grobogan dan H. Abdul Malik dari Yogyakarta. Ketika penulisan al-Quran akbar yang kertasnya merupakan bantuan dari Menteri Penerangan (H. Harmoko di kala itu) itu selesai, al-Quran itu pun diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk kemudian di Istana Negara.
KH. Muntaha melihat banyak orang Islam telah meninggalkan al-Quran, atau bahkan sama sekali tidak mau membaca al-Quran, sehingga Mbah Muntaha tidak henti-hentinya menasehati anggota Hufadz wa Dirasatal Quran (YJHQ) untuk senantiasa memasyarakatkan al-Quran. Dakwah serupa juga selalu Mbah Muntaha sampaikan saat beliau berkunjung ke berbagai belahan dunia seperti Turki, Yordania, Mesir dan lain sebagainya.
Dari hal-hal yang sudah disebutkan, menjadi jelas bahwa sosok dan pribadi KH. Muntaha al-Hafidz adalah sosok yang sangat mencintai al-Quran secara fisik maupu batin. Seluruh hidupnya diperuntukkan untuk berdakwah menyebarkan nilai-nilai al-Quran ke masyarakat.
Kecintaan KH. Muntaha al-Hafidz terhadap al-Quran tak dapat diragukan lagi. Hampir seluruh usianya dihabiskan untuk menyebarkan dan menghidupkan Alquran.
Seperti yang dikutip dari situ sresmi NU, ia pernah menggagas hal fenomenal, yakni membuat mushaf al-Quran Akbar (raksasa) dengan tinggi dua meter, lebar tiga meter dan berat satu kuintal lebih. Sebuah karya mahaagung yang sempat dikala itu diusulkan masuk ke Guiness Book Of Record.
Sebenarnya banyak kisah menarik lainnya dari kehebatan almarhum KH. Muntaha, baik saat hidup beliau maupun setelah kewafatannya yang kami dapatkan dari para narasumber. Namun biarlah para santri atau para alumni yang menuturkannya secara langsung di komentar. Monggo….

Semoga bermanfaat, terkhusus untuk beliau almarhum KH. Muntaha lahu al-Fatihah…

Sya’roni as-Samfuriy, Indramayu 10 Dzul Hijjah 1433 H
Disarikan dari berbagai sumber.

1 komentar: