MBAH
KHOLIL BANGKALAN
Nama lengkapnya adalah Muhammad Kholil bin Abdul Latif
bin Hamim yang jalur keturunannya bersambung pada Sunan Gunung Jati (salah
seorang di antara wali songo di Jawa). Lahir pada hari Ahad Pahing, tanggal 11
Jumadil Akhir 1235 H. bertepatan dengan tanggal 14 Maret 1820 M., di desa
Keramat kecamatan Bangkalan, kabupaten Bangkalan Madura.
Pendidikannya dimulai dari keluarganya sendiri
yang diasuh oleh ayahnya Kyai Abdul Latif secara ketat. Berbagai pendidikan
dasar agama dan teladan akhlaq mulia menjadi tertanam kuat dalam pribadi Kholil
kecil. Setelah dididik di lingkungan keluarganya sendiri, Kyai Abdul Latif
menyadari bakat yang luar biasa dari anaknya, sehingga Kholil segera dikirim ke
pesantren di sekitar Bangkalan di bawah asuhan Tuan Guru Dawuh yang kemudian
hari dikenal dengan Bujuk Dawuh yang bermukim di desa Melajeh Bangkalan, di antara
fan yang dikajinya meliputi; Nahwu, Sharaf, Balaghah, Tauhid, Fiqih,
Ushul Fiqh, Tafsir, Tasawuf dan Hadits. Setelah cukup belajar di sekitar
Bangkalan Kholil muda melanjutkan belajarnya di pulau seberang yaitu Pulau
Jawa.
Kholil belajar di berbagai pesantren di Jawa mulai tahun
1852 M. sampai tahun 1858 M., sebenarnya keilmuannya selama nyantri di Madura
dapat di-katakan sudah cukup, belajar di Jawa lebih tepat sebagai penyempurnaan
disamping mencari barokah guru. Di antara pesantren yang ditimba ilmunya
adalah: Pondok Pesantren Langitan Widang Tuban, Pondok Pesantren Canga’an
Bangil Jawa Timur, Pondok Pesantren Darussalam Keboncandi Pasuruan, Pondok
Pesantren Salafiyah Syafi’iyyah Setail Genteng Banyuwangi dan yang terakhir
kalinya di Makkah al-Mukarramah. Di antara gurunya yang berpengaruh adalah
Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani (1813–1897 M.) yang bergelar “Sayyid Ulama’ Al-Hijaz” dan berguru ilmu
batin atau thariqah kepada Syekh Ahmad Khatib Sambas[1] hingga mendapat ijazah dan
menjadi Mursyid Thariqah Qodiriyah Wan Naqsyabandiyah.
Setelah berguru dengan Syekh Khotib Sambas, Kholil
melanjutkan ke guru lain yaitu Syekh Ali Rahbini yang merupakan guru
terakhirnya selama nyantri di Makkah, setelah Syekh Ali Rahbini memandang
Kholil sudah cukup mampu dalam ilmu keagamaan, tibalah saatnya murid yang
disayanginya ini untuk menyebarkan ilmu yang selama ini ditekuninya. Dengan
perasaan haru Syekh Ali Rahbini menyuruh Kholil pulang ke Jawa karena
dibutuhkan ummat.
Sepulangnya dari Makkah Al-Mukaramah kealimannya dalam
menguasai berbagai disiplin ilmu terutama ilmu alat (spesialisasi kitab Alfiyyah)
mulai diketahui oleh penduduk Madura bahkan sampai Jawa, sehingga banyak santri
yang mulai berdatangan untuk menimba ilmu kepada Syekh Kholil, konon santri
pertama dari Jawa yang berguru kepada beliau bernama Hasyim Asy’ari dari
Jombang Jawa Timur yang kelak sebagai ulama besar pendiri organisasi terbesar
di Indonesia bahkan di dunia yaitu Nahdlatul Ulama (NU).
Syekh Kholil di dalam mengajar dan mendidik para
santrinya tergolong sangat unik, disamping santri dituntut untuk menguasai ilmu
alat (Nahwu Sharaf) secara mendalam, beliau juga mendidik mental dan
kepribadian santri yang terkesan aneh, misalnya yang terjadi pada santri Manab
dari Magelang yang mau berguru kepada Syekh Kholil, setibanya di pondok semua
bekal yang dibawa oleh Manab diminta semua, sehingga pemuda itu tidak mempunyai
apa-apa, sebagai akibatnya bisa diduga santri Manab lebih banyak kelaparan
daripada cukup makan, hal ini berlangsung selama 5 tahun. Manab menerima
perlakuan sang guru yang aneh itu dengan tabah dan senang, Manab yakin apa yang
dilakukan gurunya merupakan pendidikan yang tentu besar manfaatnya sekaligus
sebagai isyarat tertentu. Kelak isyarat itu ternyata benar.
Pemuda miskin bernama Manab itu akhirnya menjadi ulama
besar yang disegani, pendiri Pondok Agung Lirboyo Kediri, meskipun sudah
menjadi ulama yang berpengaruh, beliau tetap selalu mengingat guru-nya Syekh
Kholil Bangkalan. Suatu ketika, Manab sedang mengajar kitab Alfiyyah di
pesantrennya, tiba-tiba membuat para santri tercengang. Kitab yang dibaca tidak
seperti biasa, yakni salah satu kalimat tidak diberi arti dan dlamir tidak
diruju’kan. Bacaan demikian tentu membuat para santri tanda tanya dan
bereaksi melihat gelagat para santri. Kyai yang ngerti sak jeroning winarah
ini diam sejenak, lalu bertutur: “Yen gelem yo ngene iki, wong Kyai Kholil
lek maknani yo ngene.” (kalau mau ya begini, sebagaimana Kyai Kholil ketika
membaca dan mengartikan, ya begini) ucap Kyai Manab tenang. Sungguh Manab
selalu ingin mengikuti jejak gurunya, yaitu hafal dan mengajarkan kitab Alfiyyah.
Tidak hanya di pesantren, menghadapi semua persoalan di
masyarakat Syekh Kholil selalu meng-gunakan rujukan kitab Alfiyyah.
Nampaknya, Syaikhona[2] benar–benar menyatu dengan
kitab ber-gengsi itu. Setiap aktivitas apa saja selalu dikaitkan dengan kitab Alfiyyah.
Jika seseorang menanyakan persoalan tentang aqidah, maka akan dijawab dengan
bait–bait Alfiyyah. Demikian juga, jika seseorang bertanya tentang fiqih
maupun tasawuf akan dijawab dengan kitab nahwu tertinggi itu. Bahkan sebuah
permintaan do’a barokah dari tamu yang datang cukup diambil dari bait–bait
kitab Alfiyyah.
Dengan penguasaan kitab Alfiyyah yang begitu
sempurna tidak mengherankan kalau semua santri Syekh Kholil menjadi ulama besar
dan berpengaruh di Indonesia khususnya pulau Jawa dan Madura yang kebanyakan
dari mereka memiliki pondok pesantren yang besar, hingga ribuan santrinya.
Sebagai ulama yang memiliki kapasitas keilmuan yang
mumpuni dan sukses mendidik para muridnya Syekh Kholil banyak memanfaatkan
ilmunya dengan memanifestasikan dalam bentuk karangan kitab, terjemahan kitab,
serta kumpulan do’a dan hizib. Yang patut disayangkan karya-karyanya
sulit dilacak kebera-daannya. Diantara karya beliau yang sempat penulis
dapatkan adalah kitab Silah Fi Bayanin
Nikah.
Beliau wafat pada malam Jum’at Legi tanggal 29 Ramadhan
1343 H., bertepatan dengan tanggal 24 April 1925 M. dan jasadnya dikebumikan di
Desa Mertajesa, Kecamatan Bangkalan.
Berikut ini murid Syaikhona Kholil Bangkalan yang mudah
dikenal:
1.
KH. Hasyim Asy’ari Tebu Ireng Jombang (1871-1974 M.)
2.
KH. R. As’ad Syamsul Arifin Situbondo (1897-1990 M.)
3.
KH. Wahab Hasbullah Tambak Beras Jombang (1888-1971 M.)
4.
KH. Maksum Lasem (1870-1972 M.)
5.
KH. Bisri Mustofa Rembang (1915-1977 M.)
6.
KH. Abdul Karim Lirboyo Kediri (1856-1954 M.)
7.
KH. Djazuli Usman Ploso Kediri (1890-1976 M.)
8.
KH. Munawir Krapyak, Yogyakarta (wafat 1942 M.)
9.
Dr. Ir. H. Soekarno (1901-1970 M.) Presiden RI pertama dan Proklamator
Kemerdekaan RI.
10.
KH. Bisri Syamsuri Denanyar Jombang (1886-1980 M.)
Diantara karomah yang dimiliki Syekh Kholil
Bangkalan.
1.
Dapat mengetahui apa yang ada dalam benak seseorang (karomah ini
terjadi ketika Syekh Kholil nyantri di Pesantren Langitan Tuban).
2.
Ke Makkah naik kerocok (sejenis daun aren yang bisa mengapung di
atas air).
3.
Mampu melihat dan memperlihatkan Ka’bah dengan melubangi dinding tembok
(yang terjadi di Masjid Agung Bangkalan).
4.
Syekh Kholil dapat bertemu dengan Nabi Khidhir.
5.
Syekh Kholil mampu menjaring ikan laut di darat.
6. Syekh Kholil dapat mengubah
batu menjadi emas.
[1] Syekh Ahmad Khatib Sambas (wafat 1875
M.) berasal dari kampung Asam, Sambas, Kalimantan Selatan. Selain sebagai
mursyid thariqat juga dikenal sebagai seorang ahli tafsir, hadits, dan pakar
fiqih. Beliau adalah guru besar sekaligus ulama yang berhasil memadukan kedua
ajaran thariqah, yaitu thariqah Qodiriyah dan thariqah Naqsyabandiyah,
ajarannya ditulis oleh muridnya Muhammad Ismail bin Abdurrahman Al-Bali dalam
bentuk kitab yang bernama Fathul Arifin. op. cit. h. 25
[2] Suatu
gelar yang diperoleh setelah menempuh perjalanan panjang berjalan kaki dari
Makkah ke Mesir. op. cit. h. 2.
mantap
BalasHapusBagus
BalasHapusAnnallaha yataghosahm birrohmah wal maghfiroh ....
BalasHapusIni salah satu karomah Mbah Kholil. Klik
BalasHapusKaromah Mbah Kholil Bangkalan
Gak masuk akal, nabi shalallahualahiwasallam aja gak sehebat kaya gtu, pantesan jawa dijajah belanda 350 tahun, rakyatx maaih seneng cerita dongeng, saya jamin itu 100% dongeng, ceritax mirip hindu budha..
BalasHapusRasulullah diperjalanan Allah dengan isra mi'raj mikab Rasulullah yg sakti tapi demikian pula dengan ulama tertentu yg jg mendapatkan pertolongan Allah, sesungguhnya Allah memiliki hak untuk memilih siapapun. Tidak seorangpun melakukan hal wajar atau tidak wajar tanpa seijin dan pertolongan Allah so jangan menafikan kehendak Allah SWT
HapusSHOHEH
Hapusmas jngn asal ngomong klo mau diskusi saya dri bandar lampung
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBagus
BalasHapusMasya Allah,,, semoga mendapat barokah dari poro yai wabil husus mbah yai holil
BalasHapusMasya Allah,,, semoga mendapat barokah dari poro yai wabil husus mbah yai holil
BalasHapus